Mengapa ayat-ayat al-Qur’an tidak disusun berdasarkan waktu turunnya? Misalnya, mengapa ayat 3 dari surah al-Maidah diletakkan di awal surah kelima, padahal ayat itu adalah ayat terakhir yang diterima Nabi saw.? Mengapa surah al-‘Alaq atau Iqra’ yang diturunkansebagai wahyu pertama diletakkan di bagian akhir al-Qur’an?
Ayat-ayat al-Qur’an turun berinteraksi dengan masyarakat. Sebab turundan masalah yangdibicarakannya silih berganti. Semuanya itu berlangsung selama 22 tahun, 2 bulan, dan 22 hari, jika Anda sependapat dengan mereka yang menyatakan bahwa ayat 3 dari surah al-Maidah adalah ayat terakhir yang diterima Nabi Muhammad saw.
Kita dapat menduga keras bahwa jika ayat-ayat al-Qur’an disusun sesuai dengan masa turunnya, maka hubungan uraian antara satu ayat dengan ayat lainnya tidak akan serasi. Bayangkanlah apa hubunganantara ayat 5 surah al-‘Alaq (wahyu pertama): Dia (Allah) mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (QS. al-‘Alaq [96]: 5)dengan ayat pertama wahyu kedua: Wahai orang yang berselimut! (QS.al-Muzzammil [73] atau QS. al-Muddatstsir [74]). Dua surah ini sengaja disebut karena para ulama berbeda pendapat tentang kedua wahyu itu ihwal mana yang pertama dan mana yang kedua. Sebab,kedua surah itu dimulai dengan perintah demikian.Hal ini berbeda dari susunan yang ada sekarang. Perhatikan, misalnya, hubungan yang amat serasi antara kelima ayat wahyu pertama (QS. al-‘Alaq [96]: 1-5) dengan ayat keenam surah yang sama.
Perlu Anda ketahui bahwa ayat keenam turun sekian tahun setelahturunnya wahyu pertama itu. Melihat kandungan ayat enam dan seterusnya yang berbicara tentang sikap kaum Musyrik terhadap NabiMuhammad saw. dan ajarannya, maka dapat dipastikan bahwa ayat ini dan ayat-ayat berikutnya turun setelah Nabi mengumandangkan ajaran-ajaranIslam di hadapan umum, yakni setelah turunnya firman Allah,yakni ayat 94 dalam surah al-Hijr yang dinyatakan oleh sebagian ulamasebagai turun tiga tahun sesudah menerima wahyu pertama.
Yang ingin penulis garisbawahi adalah bahwa walaupun ayat 6surah al-‘Alaq itu dan ayat-ayat berikutnya turun jauh hari kemudian,kaitan kandungannya dengan ayat kelima dan ayat-ayat sebelumnya sangat erat dan serasi. Hal ini tidak mengherankan karena penempatan atau susunan ayat-ayat al-Qur’an, sebagaimana terlihat dalam mushafal-Qur’an dewasa ini, berdasarkan petunjuk Allah kepada Nabi-Nya yang disampaikan oleh Malaikat Jibril setiap kali menyampaikan kalam Ilahi.
Penyusunan ayat-ayat al-Qur’an atas petunjuk Allah yang tidak sesuai dengan masa turunnya itu dibahas oleh sejumlah ulama guna menemukan rahasianya. Selain menemukan sekian banyak pesan yang terselip atau penjelasan makna, mereka juga menemukan keserasian hubungan antara ayat terdahulu dan ayat ditempatkannya sesudahnya,walaupun turunnya jauh kemudian. Salah seorang yang paling berhasil dalam bidang ini adalah Ibrahim bin ‘Umar al-Biqa’i (w. 885 H/1480 M) dengan karyanya yang sangat mengagumkan, Nazhm ad-Durar fi Tanasub al-Ayat wa asy-Shuwar (Untaian Mutiara ihwal KeserasianHubungan antara Ayat-Ayat dan Surah-Surah al-Qur’an).
Di sini, yang dimaksud dengan keserasian di antaranya adalah keserasian antarkata dalam susunan suatu ayat, keserasian antara penutup ayat (fashilat) dengan kandungan ayatnya, dan keserasian antara ayat dengan ayat berikutnya. Demikian pula halnya antara mukadimah satu surah dan penutup surah sebelumnya. Dan masih ada banyak keserasianlainnya yang kesemuanya mengandung makna dan pesan-pesan. Kita tidak akan menguraikannya di sini karena keterbatasan ruangan. Sekadar contoh, keserasian hubungan antara ayat keenam surah al-‘Alaq dengan ayat-ayat sebelumnya (1-5) adalah bahwa kelima ayat pertama, antaralain, memperkenalkan Allah dan manusia yang telah beroleh anugerah demikian besar sejak awal kejadiannya hingga pemeliharaan danpengetahuan yang diajarkan kepadanya. Akan tetapi, sebagaimana dijelaskan dalam ayat keenam, makhluk ini yakni, manusia kafir, bersikap angkuh, melampaui batas, dan lengah, padahal kelak dia akankembali kepada Allah.
M. Quraish Shihab – Dewan Pakar Pusat Studi al-Qur’an